Selasa, 26 April 2011

keputusan yang riil

Keputusan Yang Riil

Tidak Berani Mengambil Keputusan Yang Riil

Penting sekali bagi kita memahami perbedaan antara tidak berani mengambil keputusan dan keputusan yang riil. Keduanya menunjukan corak prilaku yang berlainan dan kadang-kadang menunjukan cara hidup yang seluruhnya berbeda.
Dalam prilaku tidak berani mengambil keputusan, kita sama sekali menarik diri dari prose situ dengan maksud untuk meniadakannya. Dengan demikian kita mengesampingkan dan mengabaikan diri kita yang sebenarny, paling tidak sampai tingkat tertentu. Dalam mengambil kputusan yang riil, kita justru melibatkan diri kita sepenuhnya. Barang kali tidak ada proses didalam hidup ini yang lebih melibatkan diri kitra dari pada proses pengambilan keputusan.
Hubungan antara keputusan yang riil dengan frustrasi dan kegagala, serta dengan sukses kebahagiaan akan menjadi jelas dalam bagian ini.

Pemilik Keputusan
Ketika saya masih duduk dibangku sekolah menengah atas (SMA), saya mempunyai guru yang bijak dan menarik, bernama pak Armada. Kami semua berpendapatbahwa dia pantas menjadi seorang guru bijaksana.
Pak Armada berkali-kali menekankan kepada kami mengenai pentingnya memiliki kemanpuan menberi perintah atas dasar keputusan. Beberapa keputusan memerlukan waktu uuntuk mengadakan riset, untuk menentuka pilihan dan untuk merrencanaka. Tetapi ada keputusan yang harus diwujudkan dalam bentuk perintah seketika itu juga.
Ia berkali-kali mengatakan kepada kamibajwa sebagai siswa , kami harus mengambil keputusan sendiri dan menerima tanggung jawab atas hasil dari keputusan itu. Lebihlanjut ia mengatakan, seorang yang tidak dapat memberi perintah, dan yang tidak mau tanggung jawab serta tidak berani mengambil resiko melakukan kesalahan dengan alas an apa pun, entah karena dia seorang perfeksoinis, rendah diri atau sombong, tidak boleh menduduki jabatan sebagai guru. Ia menunjukan bahwa di kelas, sikap apatis, tidak berani mengambil keputusan, menahan diri dan tidak mau berbuat apa-apa, tidak hanya dapt berakibat terjadinya kesalahan dalam bidang apapun.
Keputusan-keputusan yang rill , memadukan dan mennyatukan berbagai macam aspek diri dari kita, dengan menerapkan teori dalam tindakan. Keputusan-keputusan itu meningkatkan harga diri. Daya keputusan secara geometris akan meningkat, karrena setiap tindakan pengambilan keputusan akan menyingkirkan hambatan dan kelumpuhan.
Sebaliknya sikap apatis, tidak berani mengambil keputusan, menahan diri dan tidak mau berbuat apa-apa yang berlarut-larut tidak hanya mengakibatkann terjadinya kesalahan, tetapi juga malapetaka.

System Lain
Dunia ini terbagi secara tidak berimbang antara para pengambil keputusan dan orang yang tidak berani mengambim keputusan. Sebagian besar dari kita cendrung untuk menjadi orang yang tidak berani mengambil keputusan.paling tidak sampai tingkat tertentu, kita tidak memakai kebebasan kita untuk membuat keputusan. Jika kita terlalu sering tidak mengambil keputusan, hal itu dicerminkan oleh kegagalan yang kronis. Keberhasilan secara hidup aka sejalan dengan kesediaan untuk mengambil keputusan.
Sebagaian besar dari kita tidak sadar sama sekali akan sikapnya yang tidak berani mengambil keputusan. Kita menantikan hal itu terjadi, dan bukan membuat hal itu terjadi,. Kita meragukan atau mencela keputusan-keputusan yang dibuat dalam keadaan panic atau membiarkan orang lain mengambil keputusan untuk kita. Kita memalingkan diri dari tujuan-tujuan yang sebenarnya dapat kita capai dan ingin kita capai.
Namun komitmen dan penerimaan yang sepenuhnya atas keputusan kita sebagai milik kita sendiri justru mempunyai efek yang sebaliknya. Keputusan-keputusan itu membuat kita bergairah untuk hidup, tetapi mengenal selera dan nilai kita. Hal ini dimungkinkan karena setiap kali kita mengambil keputusan yang nyata, kita membuka dan mengunakan seluruh dari kita, yaitu : selera, nilai, prioritas, kemampuan menilai dan energi, yang dipadukan dalam tindakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar