Jumat, 03 Desember 2010

PRASANGKA DISKRIMINASI & ETNOSENTRISME

Mata kuliah : Ilmu Sosial Dasar

PRASANGKA DISKRIMINASI
&
ETNOSENTRISME

Dalam kondisi persaingan untuk mencapai akumulasi materiil tertentu, atau untuk meraih setarus social bagi suatu individu atau kelompok social tertentu, pada suatu lingkungan/wilayah dimana norma-norma dan tata hokum dalam kondisi goyah, dapat merangsang munculnya prasangka dan diskriminasi dapat di bedakan dengan jelas. Prasangka bersumber dari suatu sikap. Diskriminasi menunjukan pada suatu tindakan.
Sikap yang negative terhadap sesuatu disebut prasangka. Walaupun dapat kita garis bawahi bahwa prasangka juga dalam pengertian positif. Tulisan ini lebih banyak dibicarakan prasangka dalam pengertian negative. Tidak sediklit orang berperasangka , namu juga sebaliknya. Mengapa terjadi perbedaan yang cukup mencolok ? tampaknya keperibadian dan intelekgensia, juga fakotr lingkungan cukup berkaitan dengan munculnya prasangka.
Seorang yang mempunyai prasangka rasial, biasanya bertindak diskriminasi terhadap ras yang diprasangkainya. Walaupun begitu, biasa saja seseorang bertindak diskriminatif tanpa berlatar belakang pada suatu pertasangka. Demikian juga sebaliknya, seorang yang berprasangka dapat juga berprilaku tidak diskriminatif.
Prasangka yang begitu mendalam antara orang-orang Israel dengan orang-orang Arab di timur tengah berkembang menjadi perang arab-israel, tahun 1967. setelah perang usai permasalahan masih berkepanjangan, dan tak kunjung selesai.
Contoh-contoh lain : prasangka diskriminasi ras yang berkembanng di kawasan afrika selatan dan sekitarnya membuat kawasan ini selalu bergolak. Konflik antar suku, antar ras tak dapat dihindarkan, lebih jauh antara kelompok kulit putih dengan kekuasaan dan kekuatan bersenjata yang lebih tangguh, saling baku hantam dengan kelompok mayoritas orang kulit hitam.

1. sebab timbulnya Prasaan Diskriminasi

a. berlatar belakan sejarah
b. dilatarbelakangi oleh perkembangansosio-kultural dan situasional.
Suatu prasangka muncul dan berkembang dari suatu individu terhadap individu lain, atau terhadap kelompok sosia tertentu manakaah terjadi penurunan setatus atau terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh pimpinan perusahaan terhadap karyawannya.
c. sumber Dario factor kepribadian.
Keadaan frustrasi dari beberapa orang atau kelompok social tertentu merupakan kondisi yang cukup untuk menimbulkan tingkah laku agrsif. Para ahli berangapan bahwa prasangka lebih dominant disebabkan tipe-tipe kepribadian orang tertentu.
d. berlatar belakang dari perbedaan keyakinan, kepercayuaan dan agama.
Bias ditambah lagi dengan perbedaan pandangan politik, ekonomi dan idiologi. Prasangka yang berakar dari hal-hal tersebut diatas dapat dikatakan sebagai suatu prasangka yang bersifat universal.

2. Upaya Untuk Mengurangi Prasangka & Diskriminasi
a. Perbaikan Kondisi Sosial Ekonomi

pemerataan pembangunan dan usah penngkatan pendfapatan badi warga Negara Indonesia yang masih tergolong dibawah garis kemiskinan akan mwngurangi adanya kesenjangan-kesenjangan social antara sikaa dan simiskin.
Melalui pelaksanaan program-program pembangunan yang mantap yang didukug oleh lembaga-lembaga ekonomi pedesaan seperti BUUD dan KUD.
Oleh karena itu upaya pendekatan, rasa kebersamaan dan kerja sama yang saling menguntungkan antara kelompok ekonomi kuaty dengan kelompok masyarakat ekonomi lemah asdalah yang sungguh-sungguh bijaksana. Realisasi adanya bapak angkat dalam rangka krja sama saling menguntungkan antara pemilik modal terbatas, sedikit banyak akan memperkokoh solidaritas social, memperkokoh rasa kebersamaan yang lebih akrab.

b. Perluasan Kesempatan Belajar

mengapa? Untuk mencapai jenjang pendidikan tertentu di perguruan tinggi memang mahal, disamping itu harus memiliki kemampuan otak dan modal. Mereka akan selalu tercecer dan tersisih dalam persaingan memperbutkan bangku sekolah. Msih beruntung bagi mereka yang memiliki kemampuan otak. Jika apat mencapai prestasi tinggi dan dapat dipertahankan secara konsisten, beasiswa yang aneka ragam itu dapat diraih dan kantong pun tidak akan kering.
Adanya usaha-usaha pemerintah dalam perluasan kesempatan belajar bagi seluruh warganegaranya Indonesia, paling tidak dapat mengurangi prasangka bahwa program pendidikan, terutama pendidikan tinggi hanya dinikmati oleh kalangan masyarakat menengah dan kalangan atas.

c. Sikap Terbuka & Sikap Lapan

harus selalu kita sadari bahwa berbagai tantangan yang dating diluar ataupun yang datang dari luar ngri, semuanya akan dapat merorong keutuhan Negara dan bangsa. Kebhinekaan masyarakat berikut sejumlah nilai yang melekat, merupakan basis empuk bagi timbulnya prasangka, diskriminasi, dan keresaan. Berbagai ideology secara histories pernah mendapat tampat dan ber kipra di republic ini, bukan mustahil akan menggambil manfaat kemajuan kultur, status dan kelas msyarakat.

3. Etnosentrisme

Merupakan gejala social yang universal, dan sikap yang demikian biasanya dilakukan secara tidak sadar. Dengan demikian entnosentrisme merupakan kecendrungan tak sadar untuk menginterprestasikan atau menilai keompok lain dengan tolak ukur kebudayaaannya sendiri. Sikap etnosentrisme dalam tingkah laku berkomunikasi nampak canggung, tidak luwes, akibatnya etnosentrisme penampilan yang etnosentrik, dapat menjadi penyebab utama kesalah pahaman dalam berkomunikasi.
Setiap suku bangsa atau ras tertentu akan memiliki cirri has kebudayaan, yang sekaligus menjadi kebanggaan mereka. Suku bangsa ras tersebut dalam kehidupan sehari-hari bertingkah laku sejalan dengan norma-norma, nilai yang terkandung dan tersirat dalam kebudayaan tersebut.
Suku bangsa, ras tersebut cendrung mengangap kebudayaan mereka sebagai salah satu yang prima,riil, logis, sesuai deengan kodrat alam dan sebagainya. Segala yang berbeda dengan kebudayaan yang mereka miliki, dipandang sebagai sesuatu yang kurang baik, kurang estetis, bertentangan dengan kodrat alam dan sebagainya. Hal-hal tersebut diatas dikenal sebagai ETNOSENTRISME, yaitu suatu kecendrungan yang mengangap nilai-nilai dan norma-norma kebudayaan sendiri sebagai suatu yang prima, terbaik, mutlak, dan dipergunakan sebagai tolak ukur untuk menilai dan membedakannya dengan kebudayaan lain.