Senin, 02 Mei 2011

persiapan jalan menuju era demokrasi

Persiapan jalan menuju era demokrasi

Bergulirnya iklim informasi membawa berkah tersendiri dalam proses demokrasi di Indonesia . alam informasi meniscayakan system demokrasi dalam praktik kehidupan bertpolotik, yang hampir setengah abad mengalami ketertutupan begitu luar biasa. Persoalannya, apakah iklim reformasi berdampak dalam peningkatan pelayanan terhadap kepentingan masyarakat? Atau, sebaliknya , reformasi justru semakin menjauhkan kepentingan rakyat dari pada pemimpinnya. Pertanyaan ini pun mengemukan saat terlaksan pemilihan kepala daerah (pilkada), sebuah mekanisme pemilihan langsung kepala daerah secara demokrasi, yang merupakan berkah dari reformasi.
Pilkada langsung, yang dipraktikkan pertama kali pada 1 juni 2005, merupakan turunan langsung dari mekanisme pemilihan persiden secara langsung saat pemilu 2004. pada hakekatnay, pilkada harus didefinisikan sebagai salah satu jenis partisipasi rakyak dalam berkonstribusi bagai perkembangan pemerintah daerah kearah yang lebih baik. Inilah sesungguhnya hakikat dari pilkada, disuatu sisi menjadi sarana demokatis penyampai aspirasi rakyat, dan sisi lain menjadi jalan bagi peningkatan kesejhateraan. Karenanya rakyat boleh berharap, pilkada akan mampu memperbaiki taraf hidup, sebagaiman janji-janji kampanye yang terkadang memekankan gendang telinga.
Bangsa kita cendrung pelupa dan mudah memaafkan. Janji-janji kampanye dalam pilkada, biasanya akan mengaliri begitu saja, bahka menguap, ketika sang calon telah terpilih dan berkuasa. Persoalannya kita tidak memiliki mekanisme yang tegas untuk memantau realisasi janji-ianji kampanye, karena belum berkualitasnya pilkada yang kita jalankan. Apakah hanya persolaan itu yang mengangu hakikat pilkada demi kepentingan rakyat? Jawabnya, tidak. Masih banyak persoalan lain. Lihat saja persoalan yang terkait dengan peran pihak pelaksanaannya (KPUD dan Panswasda), aturan hokum yang belum tegas sehingga masih menimbulkan interprestasi yang beragam serta konflik-konflik pasca penghitunga suara.
Kita harus akui, masih banyak persoalan yang menjadi kendala, namun tidak berhenti kita harus surut melangkah, karena kkalau langkah itu yang ditempuh, masa kegelapan demokrasi akan kembali terwujud. Demokrasi memenag menuntut biaya yang tidak murah. Meskipun tidak berarti sepenuhnya kita percaya dengan ediologi ini, namun paling tidak, konsep inilah yang paling edial. Karenanya, di tahun 2008 ini, setahun sebelum agenda politik nasional pemilu 2009, kita harus mengelola kualitas pilkada secara lebih baik, agar demokerasi terjaga. Mengingat, baiknya kualitas pilkada 2008 menjadi momentum bagi peningkatan partisipasi rakyat, dan bukan menjadi beban baru bagi masa depan politik kita. Terus terang saja, perpolitikan Indonesia di masa depan sangat ditentukan oleh pelaksanaan pilkada di tahun 2008.

Jangan Kompromi, Segera Benahi Kualityas Pilkada
Kehidupan demokrasi menawarkan kebebasan bagi rakyat untuk memilih para pemimpin secara langsung. Dengan demikian, pemimpin harus memahami begitu pentingnya aspirasi yang dating dari rakyat. Sebab, aspirasi itulah yang menjadi bukti kepercayaan rakyat terhadap para pemimpinya. Ironisnya, kondisi itu belum terwujud meskipun hamper tiga tahunbangsa ini menjalani pemilihan kepala daerah. Rakyat hanya sekedar menjadi obyek politik, yang sering kali ditinggal manakala pilkada usai. Janji-janji kampanye bagai hilang tertiup angina. Untuk mencapai pilkada ideal, masih banyak persoalan yang manghadang.

Perwujudan Kepentingan Rakyat
Dengan demikian, pilkada dianggap sebagai cermin langsung kedaulatan rakyat. Rakyat dapat berprestasi langsung menentukan pemimpinya, inilah esensi dari nilaidemokrasi. Sayangnya, pelaksanaan pilkada masih menyimpan beberapa kelemahan mendasar. Diantaranya :

1. terjadi kecendrungan anggota komisi pemilihan umum daerah (KPUD) yang bersikap terhadap salah satu khandidat.
2. terkesan aparatur pemerintah daerah kurang giat mensosalisasikan agenda pilkada, misalnya terkait dengan tahapan-tahapannya.
3. berkaitan dengan kejelasan pihak yang bertanggung jawabmengurus daftar pemilihan tetap (DPT), yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, bukan KPUD.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar